Gue Seneng Lo Bahagia… Tapi Gue Gak Bisa Bohong, Gue Juga Iri
- HP Music
- 15 Okt
- 2 menit membaca

Lo pernah gak sih, lagi scroll Instagram terus nemu postingan temen yang lagi senyum lebar di depan sesuatu yang dulu cuma jadi mimpi lo?
Baju rapi, caption-nya bahagia, komennya rame.
Lo baca pelan-pelan, ikut senyum, tulis “Congrats!” di kolom komentar.
Tapi… di dalam kepala lo, ada suara kecil yang nanya, “Gue kapan?”
Gue gak bilang lo jahat.
Rasa itu bukan berarti lo gak tulus. Kadang kita cuma… manusia.
Dan manusia itu kompleks — bisa bangga sama orang lain sambil ngerasa kecil sama diri sendiri, dalam satu tarikan napas.
Kadang, di momen kayak gitu, ada suara lain yang ikutan muncul:
"Langit tak selalu biru… kadang gelap kelabu."
Kayak bisikan lembut dari lagu yang entah kenapa nyangkut di kepala lo.
Yang nyuruh lo pelan-pelan inget,
kalau "tak apa sekali lelah, bukan berarti kau kalah."
Tarik napas pelan.
Yang lo rasain itu ada namanya. Bukan dengki, bukan benci. Psikolog nyebutnya benign envy — iri yang gak jahat.
Beda sama iri yang pengen jatuhin orang, ini justru bisa jadi bahan bakar buat lo bergerak.
Tubuh lo ngirim sinyal: “Eh, kalau dia bisa, berarti jalan itu mungkin. Lo juga bisa.”
Masalahnya, sinyal itu sering ketutup sama rasa minder yang bikin kita diem aja.
Jadi mungkin, rasa “gue kapan?” itu gak harus lo lawan.
Peluk aja dulu, biar dia duduk sebentar di samping lo.
Dengerin dia, terus tanya pelan-pelan:
“Oke, kalau gue pengen juga… langkah pertama gue apa?”
Karena iri yang lo kelola, bisa jadi pintu buat naik level.
Dan iri yang lo pendam, bisa jadi batu di punggung yang lo bawa kemana-mana.
"Berilah sedikit waktu… peluk dekap dirimu dahulu."
Kalau hari ini lo ngerasain campur aduk — seneng buat orang lain, tapi agak nyesek buat diri sendiri —
lo gak sendirian, kok.
Gue juga pernah.
Dan mungkin… kita cuma lagi dikasih kode sama hidup,
kalau mimpi itu masih penting buat kita.
Song Reference :


























































Komentar